BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma system perkemihan?
2. Bagaimana trauma pada organ-organ system perkemihan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari trauma system perkemihan
2. Mengetahui trauma pada organ-organ system perkemihan
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 3 BAB yaitu, BAB I yang berisi Pendahuluan, BAB II yang berisi Kajian Teori, BAB III Kesimpulan dan Saran.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Trauma Sistem Perkemihan
Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).
Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan yang tepat.
B. Trauma pada organ-organ system perkemihan
1. Trauma ginjal
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
Trauma tumpul sering menyebabkan luka pada ginjal, misalnya karena kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh atau trauma pada saat berolah raga. Luka tusuk pada ginjal dapat karena tembakan atau tikaman. Kerusakan yang terjadi bervariasi. Cedera ringan menyebabkan hematuria yang hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan cedera berat bisa menyebabkan hematuria yang tampak sebagai air kemih yang berwarna kemerahan.
Manifestasi Klinik Trauma ginjal Pada rudapaksa tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada rudapksa tajam tampak luka. Pada palpasi di dapat nyeri tekan, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat meluas sering ditandai tanda kehilangan darah yang banyak merupakan tanda cedera vaskuler. Nyeri abdomen pada daerah pinggang atau perut bagian atas.Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal. Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih.
Klasifikasi trauma ginjal bias dibagi menjadi:
. Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :
a) Grade I Lesi meliputi :
• Kontusi ginjal
• Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices
• Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 – 80 % darià keseluruhan trauma ginjal
• Kontusi ginjal
• Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices
• Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 – 80 % darià keseluruhan trauma ginjal
b) Grade II Lesi meliputi:
• Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine
• Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
• Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine
• Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
c) Grade III Lesi meliputi:
• Ginjal yang hancur
• Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
• Ginjal yang hancur
• Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
d) Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
• Avulsi pada ureteropelvic junction
• Laserasi dari pelvis renal
• Avulsi pada ureteropelvic junction
• Laserasi dari pelvis renal
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.
Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a) Grade I
• Hematom minor di perinephric , pada IVP, dapat memperluhatkan gambaran ginjal yang abnomal
• Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak
• Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal
• Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .
• Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan diantara parenkim ginjal
b) Grade II
• Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
• Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.
• Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
• Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats
• Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction
c) Grade III
• Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
• Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total
• Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.
• Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable lagi.
d) Grade IV
• Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.
• Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa pengisian ureter.
a) Grade I
• Hematom minor di perinephric , pada IVP, dapat memperluhatkan gambaran ginjal yang abnomal
• Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak
• Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal
• Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .
• Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan diantara parenkim ginjal
b) Grade II
• Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
• Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.
• Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
• Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats
• Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction
c) Grade III
• Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
• Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total
• Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.
• Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable lagi.
d) Grade IV
• Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.
• Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa pengisian ureter.
Sebagai kesimpulan, sampai sekarang belum ada pembatasan yang jelas kapan seorang penderita yang diduga trauma ginjal memerlukan IVP atau CT Scan sebagai pemeriksaan penunjangnya. Keputusan tersebut harus didasarkan kepada pemeriksaan manakah yang lebih tersedia. CT San biasanya diambil sebagai pemeriksaan penunjang pertama pada psien yang mengalami trauma multiple organ intra abdomen, dan pasien yang diduga trauma ginjal Grade III atau IV. CT Scan berfungsi sebagai pemeriksaan kedua setelah IVP pada pasien yang pada IVP memperlihtkan gambaran kerusakan luas parenkim ginjal dan pasien yang keadaan umumnya menurun.
.
2. Trauma ureter
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi air kemih.
Gejala biasanya tidak spesifik dan bisa timbul demam atau nyeri. Pada umumnya tanda dan gejala klinik umumnya tidak spesifik yaitu :
- Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih.
- Bila terjadi ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka atau tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga intraperitoneal.
- Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
- Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih.
- Bila terjadi ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka atau tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga intraperitoneal.
- Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
Penyebab trauma ureter diantaranya luka tembak atau tusuk, ruda paksa ureter disebabkan oleh ruda paksa tajam atau tumpul dari luar maupun iatrogenik terutama pada pembedahan rektum, uterus, pembuluh darah panggul atau tindakan endoskopik. Penyebab lain trauma ureter adalah luka tembus, biasanya karena luka tembak. Jarang terjadi trauma ureter akibat pukulan maupun luka tumpul.
Pemeriksaan diagnostik yang biasanya dilakukan adalah urografi intravena, CT scan dan urografi retrograd. Jika trauma ureter terjadi akibat pembedahan, maka dilakukan pembedahan lainnya untuk memperbaiki ureter.
Ureter bisa disambungkan kembali ke tempat asalnya atau di bagian kandung kemih yang lainnya.Pada trauma yang tidak terlalu berat, dipasang kateter ke dalam ureter dan dibiarkan selama 2-6 minggu sehingga tidak perlu dilakukan pembedahan. Pengobatan terbaik untuk trauma ureter akibat luka tembak atau luka tusuk adalah pembedahan.
3. Trauma kandung kemih
Trauma benturan pada panggul yang menyebabkan patah tulang (fraktur) seringkali terjadi pada kecelakaan sepeda motor dan bisa menyebabkan robekan pada kandung kemih. Luka tembus, biasanya akibat tembakan, juga bisa mencederai kandung kemih.
Gejala utama adalah adanya darah dalam air kemih atau kesulitan untuk berkemih. Rasa sakit di area panggul dan perut bagian bawah. Sering buang air kecil atau sukar menahan keinginan berkemih (ini terjadi jika bagian terbawah kandung kemih mengalami cedera).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sistografi. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi dengan memasukkan kateter ke dalam uretra untuk mengeluarkan air kemih selama 7-10 hari dan kandung kemih akan membaik dengan sendirinya. Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan. Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan 2 kateter, 1 terpasang melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang lainnya terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut bagian bawah (kateter suprapubik).
Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang sempurna.
Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang sempurna.
4. Trauma uretra
Penyebab utama dari trauma uretra adalah patah tulang panggul dan karena kedua kaki mengangkang (pada pria). Prosedur pembedahan pada uretra atau alat yang dimasukkan ke dalam uretra juga bisa melukai uretra, tetapi lukanya relatif ringan. Gejalanya adalah ditemukannya darah di ujung penis, hematuria dan gangguan berkemih.
Kadang air kemih merembes ke dalam jaringan di dinding perut, kantung zakar atau perineum (daerah antara anus dan vulva atau kantung zakar).
Kadang air kemih merembes ke dalam jaringan di dinding perut, kantung zakar atau perineum (daerah antara anus dan vulva atau kantung zakar).
Penyempitan ureter (striktur) di daerah yang terkena biasanya merupakan komplikasi yang bisa terjadi di kemudian hari. Hal ini bisa menyebabkan impotensi akibat kerusakan arteri dan saraf penis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan uretrogram retrograd. Pengobatan untuk memar ringan adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih selama beberapa hari untuk mengeluarkan air kemih dan uretra akan membaik dengan sendirinya.
Untuk cedera lainnya, pengeluaran air kemih dari uretra dilakukan dengan cara memasang kateter langsung ke dalam kandung kemih. Untuk striktur uretra dilakukan perbaikan melalui pembedahan.
Untuk cedera lainnya, pengeluaran air kemih dari uretra dilakukan dengan cara memasang kateter langsung ke dalam kandung kemih. Untuk striktur uretra dilakukan perbaikan melalui pembedahan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
- KESIMPULAN
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).
Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya terdapat beberapa organ yang kemungkinan dapat terkena trauma. Dantaranya adlah ginjal, ureter. Kendung kemih, dab uretra.
- SARAN
Trauma pada system perkemihan sanagt fatal akibatnya bagi kesehatan tubuh. Hal ini tidak bisa ditindaklanjuti sembarangan. Diperlukan penangan khusus dan serius agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah lagi. Bahkan sampai penangannya memerlukan pembedahan. Untuk itu agar tidak terjadi trauma system perkemihan dapat tertangani dengan baik maka sebaiknya kita mempercayakan kepada tim medis yang sudah berpengalaman dan mengerti mengenai penanganan masalah trauma system perkemihan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://minakomoon-minakoflow.blogspot.com/2010/04/trauma-ginjal.html
http://indonesiaindonesia.com/f/103939/trauma-saluran-kemih/
http://fikar-ulfianperawat.blogspot.com
http://www.conectique.com
Oleh : Santi Sri Rahayu
TIngkat IIA
05200ID09033
AKPER PEMDA GARUT